BERMAIN SEBAGAI
TERAPI BAGI ANAK
Masuk rumah
sakit merupakan peristiwa yang sering menimbulkan pengalaman traumatik,
khususnya pada pasien anak yaitu ketakutan dan ketegangan atau stress
hospitalisasi. Stress ini disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya
perpisahan dengan orang tua, kehilangan control, dan akibat dari tindakan
invasif yang menimbulkan rasa nyeri. Akibatnya akan menimbulkan berbagai aksi
seperti menolak makan, menangis, teriak, memukul, menyepak, tidak kooperatif
atau menolaktindakan keperawatan yang diberikan.
Salah satu
upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalkan pengaruh hospitalisasi pada anak
yaitu dengan melakukan kegiatan bermain. Bermain merupakan suatu tindakan yang
dilakukan secara sukarela untuk memperoleh kesenangan dan kepuasan. Bermain
merupakan aktivitas yang dapat menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak
dan merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional dan sosial
sehingga bermain merupakan media yang baik untuk belajar karene dengan bermain
anak-anak akan belajar berkomunikasi, menyesuaikan diri dengan lingkungan yang
baru, melakukan apa yang dapat dilakukannya, dan dapat mengenal waktu, jarak
serta suara.
Untuk itu
dengan melakukan permainan maka ketegangan dan stress yang dialami akan
terlepas karena dengan melakukan permainan rasa sakit akan dapat dialihkan
(distraksi) pada permainannya dan terjadi proses relaksasi melalui
kesenangannya melakukan permainan
Diawali dengan
pendapat Sigmund Freud bahwa suatu pendekatan pendidikan dan merupakan
teknik-teknik penyembuhan dengan cara bermain dan dapat dilihat melalui analisa
kejiwaan.
Terapi berasal
penyembuhan, pengobatan jasmani.
Caplan tahun 1974 :
terapi permainan bisa dilakukan dengan cara menggunakan alat yang tidak
berbahaya, misal : Buku cerita yang dapat digunakan untuk menumbuhkan pola
komunikasi antara siswa dengan gurunya.
Konsep
Terapi permainan merupakan terapi kejiwaan
namun dalam pelaksanaannya faktor ekspresi-gerak menjadi titik tumpuan bagi
analisa terapeutic dengan medianya adalah bentuk-bentuk permainan yang dapat
menimbulkan kesenangan, kenikmatan dan tidak ada unsur paksaan serta
menimbulkan motivasi dalam diri sendiri yang bersifat spontanitas, sukarela dan
mempunyai pola atau aturan yang tidak mengikat.
•
Bermain bagi anak merupakan kebutuhan sebagaimana makan, minum, kasih
sayang, dsb.
•
Bermain harus
seimbang antara bermain aktif (kesenangan diperoleh dari apa yang diperbuat)
dan bermain pasif (kesenangan diperoleh dari orang lain).
¡ Bermain perlu: Energi ekstra
¡ Waktu
¡ Alat permainan
¡ Ruang
¡ Pengetahuan cara
bermain
¡ teman
Permainan disini
merupakan suatu kesibukan yang ada dalam kehidupan sehari-hari dari diri anak
berkebutuhan khusus dan berguna bagi
dirinya dalam kehidupannya yang mandiri kelak.
Pengertian
terapi bermain
- Teknik penyembuhan terhadap anak berkebutuhan khusus, dengan menggunakan media berbagai macam bentuk permainan, baik tanpa maupun memakai alat yang tidak membahayakan dirinya, dan dapat dilaksanakan di alam terbuka sepanjang membantu program pembelajaran.
- Semula terapi bermain diterapkan berdasarkan ajaran dan pola kerja dari sigmund freud dengan titik tolaknya pada analisa kejiwaan sebagai alat untuk kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan kemampuan : berbicara, rasa interest, kebenaran mengungkapkan “perasaan diri”.
- Terapi bermain berkembang menjadi suatu terapi yang menitik beratkan pada gerak seseorang (psychomotor performance) dengan alatnya berbagai bentuk permainan. Bentuk permainan ini pun diharapkan dapat memacu anak yang bersangkutan dapat melakukan kegiatan sehari-hari. Misalnya : kegiatan toilet training.
Terapi bermain
disusun untuk menunjang :




Unsur-unsur
dalam bermain






Tujuan Terapi
permainan untuk mengembangkan aspek :
- Fisik meliputi perkembangan kekuatan organ tubuh, peningkatan ketahanan otot-otot dan organ tubuh, pencegahan dan perbaikan sikap tubuh yang kurang baik.
- Intelektual meliputi kemampuan berkomunikasi, menghitung angka dalam suatu permainan sehingga dapat dikatakan menang atau kalah dll.
- Emosi : penerimaan atas pimpinan orang lain, bagaimana ia memimpin dll.
- Sosialisasi : bagaimana dapat bermain bersama, meningkatkan hubungan yang sehat dalam kelompok.
Ruang Lingkup
terapi bermain hendaknya disesuaikan dengan tujuan dan sasarannya:



Kepada Siapa Terapi Bermain
Diberikan?
Terapi bermain dapat dipakai baik
sebagai asesmen maupun sebagai terapi. Sebagai sebuah terapi, terapi bermain
dapat diberikan antara lain kepada anak yang:
• Mempunyai pengalaman diperlakukan dengan kejam & diabaikan
• Mempunyai pengalaman diperlakukan dengan kejam & diabaikan
Perlakuan yang kejam (seperti
perkosaan, serangan fisik, pukulan) dan pengabaian menyebabkan konflik diri dan
masalah hubungan yang serius, dan terapi bermain memungkinkan klien
mengembangkan mekanisme penyelesaian masalah dan adaptasi. Hal ini dikemukakan
juga dalam tulisan Sukmaningrum (2001) yang menunjukkan efektivitas terapi
bermain sebagai alternatif penanganan anak-anak yang mengalami trauma karena
kekerasan massal.
• Agresif
• Agresif
Perilaku agresif seringkali berakar
dari keinginan, harapan, atau perasaan yang tidak dapat diekspresikan. Dalam
terapi bermain, klien dapat bebas bereksprimen melakukan perilaku yang lebih
efektif (Levy dalam Landreth, 2001).
• Gangguan emosi dan skizofren
Terapi bermain memberikan suasana
yang aman dimana anak yang emosinya terganggu dapat bermain peran mengungkapkan
emosi terpendamnya dan belajar untuk mengatasi lingkungannya dengan lebih baik
(Gumaer dan Landreth dalam Landreth, 2001). Penelitian Irwin (dalam Landreth,
2001) menunjukkan bahwa terapi bermain juga dapat diterapkan pada anak dengan
gangguan mental seperti skizofren.
• Takut dan cema
Terapi bermain menyediakan
lingkungan yang aman dan penerimaan sehingga klien bebas mengekspresikan
ketakutan dan kecemasannya, misalnya pada anak yang fobia sekolah. Saat rasa
takut dan cemas terekspresikan maka selanjutnya klien akan mampu mengendalikan
perasaan tersebut dan berkembang lebih sehat (Levy, Straughan, Landreth dkk,
dan Milos & Reis dalam Landreth, 2001).
• Mengalami masalah Penyesuaian
sosial
Penelitian Coplan, Prakash,
O’Neil, dan Armer (2004) pada anak-anak usia 3-5 tahun menunjukkan bahwa terapi
bermain dapat digunakan untuk melihat penarikan diri secara sosial berdasarkan
kecemasan sosial dan ketidaktertarikan sosial. Penelitian Openheim (1997)
menunjukkan bahwa terapi bermain dengan boneka mengurangi gangguan berpisah
(separation) anak prasekolah, terutama berpisah dari ibu.
• Kesulitan bicara
Penelitian Lyytinen, Dikkens, dan
Laakso (1997) menunjukkan bahwa bermain simbolik terbukti dapat meningkatkan
kemampuan berbahasa anak usia dini.
• Mengalami gangguan visual
spatial
Penelitian yang dilakukan oleh
Caldera, Culp, O’Brien, Tonglio, Alvaren, dan Huston (1999) menunjukkan bahwa
bermain dengan menggunakan permainan yang maskulin dan manipulatif, misalnya
bermain bola, dapat meningkatkan kemampuan visual-spatial pada anak. Jadi anak
dengan gangguan koordinasi tubuh (clumcy) dapat diterapi dengan bermain
maskulin dan manipulatif.
• Anak penyandang Autism
• Anak penyandang Autism
Penyandang autism biasanya hidup
dalam dunia sendiri dan “terisolasi” dari dunia sosialnya. Menurut hasil
penelitian McConnell (2002) prosedur intervensi melalui permainan dengan teman
sebaya dapat membantu penyandang autisme membangun kesadarannya akan dunia
sekitarnya dan akan keberadaan orang lain. Kemampuan berinteraksi sosial anak
autism ini juga dapat ditingkatkan melalui permainan dalam bentuk pemberian
cerita sosial (social story) kepada mereka (Sugiarto, dkk., 2004).
Disamping diberikan kepada mereka
sebagai bentuk terapi, ternyata sebuah penelitian yang dilakukan oleh Hartini
(2004) menunjukkan bahwa bentuk permainan sosial dapat meningkatkan kecerdasan
emosi pada anak-anak pra-sekolah. Hal ini ditunjukkannya dari hasil penelitian
yang dilakukan terhadap anak-anak pra-sekolah di Surabaya.
Prosedur dalam Terapi Bermain
Fase Persiapan
Sebelum memasuki fase terapi
bermain anak harus disiapkan sehingga mereka tahu apa yang akan dihadapi dan
akan dilakukannya. Beberapa orang tua tidak cukup menyiapkan anak mereka, karena
mereka tidak tahu apa yang harus dikatakan, atau takut anak tidak mau mengikuti
terapi saat mereka memberi tahu bahwa anak akan menjalani terapi. Orang tua
sebaiknya memberi tahu bahwa anak akan bertemu dengan terapis dalam ruang
khusus dimana disana banyak mainan setiap minggu dan menjelaskan bahwa proses
ini akan membantu anak menemukan hal yang lebih baik.
Dua prinsip
pokok saat pelaksanaan terapi bermain :
- Prinsip Kegunaan :
a. Prinsip
pengembangan :
-
Fungsi fisik (melancarkan peredaran darah, dan bagian
tubuh lainnya)
-
Fungsi intelektual (pengembangan daya fikir atau
nalarnya, daya kreasi serta ekspresi dirinya)
-
Fungsi emosi (melatih menahan diri, mampu menyatakan
perasaan dirinya)
-
Fungsi sosialisasi (mengenal orang lain atau
lingkungannya, dapat bekerja sama dengan orang lain)
b. Prinsip rekreatif :
perolehan kesenangan dan kegembiraan
c. Prinsip aktifitas :
munculnya self activity sesuai dengan keinginan dan kesenangannya.
d. Prinsip penyembuhan
:dapat memperbaiki kelainan atau kekurangan yang dialami oleh anak.
2. Prinsip yang
berkaitan dengan pelaksanaannya:
- Prinsip Korelasi dianjurkan bahan bagi terapi bermain tidak hanya dipergunakan bagi latihan tertentu saja melainkan berhubungan dengan peningkatan fungsi gerak lainnya. Misal media tanah liat bisa digunakan pengembangan latihan motorik maupun peningkatan kreatifitas anak.
b. Prinsip skala perkembangan
mental, bahan atau materi hendaknya disesuaikan dengan kemampuannya sesuai
dengan keberadaannya serta sesuai dengan kebutuhan dari anak (individual needs)
c. Prinsip pengulangan,
hendaknya dilakukan secara berulangulang. Karena anak-anak berkebutuhan khusus
terutama anak tunagrahita berkesulitan berkonsentrasi pada satu tujuan serta
mudah lupa.
Perkembangan
Bermain
Tahapan perkembangan
bermain yang mencerminkan tingkat perkembangan sosial :
1. Unoccupied Play : anak
tidak terlibat bermain hanya mengamati kejadian di sekitarnya yang menarik perhatian anak.
2.
Solitary Play (Bermain Sendiri) anak sibuk bermain
sendiri sehingga tidak memperhatikan kehadiran anak-anak lain di sekitarnya.
3. Onlooker Play
(Pengamat) kegiatan bermain dengan mengamati anak-anak lain melakukan kegiatan
bermain dan tampak ada minat yang semakin besar terhadap kegiatan anak lain
yang diamatinya.
Ketiga jenis permainan di atas termasuk
nonsosial play karena amat minimalnya faktor interaksi sosial yang terjadi
dalam kegiatan bermain tersebut.
4. Paralel Play
(Bermain Paralel) tampak saat dua anak
atau lebih bermain dengan jenis alat permainan yang sama dan melakukan gerakan
atau kegiatan yang sama.Misal :main mobil-mobilan, lego, balok-balok dll
5. Assosiative Play (Bermain
Asosiatif) ditandai dengan adanya interaksi antar anak yang bermain, saling
tukar alat permainan, padahal jika diamati anak sebenarnya tidak terlibat dalam
kerjasama.Misal : menggambar.
6. Cooperative Play
(Bermain bersama) bermain bersama, ditandai dengan adanya kerjasama atau
pembagian tugas dan pembagian peran antara anak-anak yang terlibat dalam
permainan untuk mencapai satu tujuan tertentu. Misal : bermain dokter-dokteran,
bekerjasama membuat suatu karya bangunan dari balok-balok dsbnya.
Peran dan
Fungsi Terapi Bermain Dalam Permainan
- Fungsi : untuk membantu kelancaran belajar dengan kegiatan dalam bentuk permainan yang menyenangkan dan tidak membosankan.
- Peran dalam pendidikan ;
- Sarana pencegahan : tidak menambah permasalahan baru dan menghmbat proses belajarnya.
- Sarana penyembuhan : dapat disembuhkan atau dilatih sebagai sarana belajar melalui bentuk-bentuk permainan yang ber7an mengembalikan fungsi fisik,psiko-terapi,modifikasi perilaku, mengembangkan fungsi sosial, melatih bicara, mempertajam atau latihan visual, latihan auditif, latihan taktil, dll.
- Sarana penyesuaian diri : anak-anak sulit beradaptasi, oleh karena itu dilatih bekelompok dalam permainan.
- Sarana untuk mengembangkan ketajaman penginderaan : untuk menjernihkan penglihatan (visual) misal ; permainan warna, bentuk, jarak dll.
- Sarana mengembangkan kepribadian : anak dapat bergerak dengan bebas dan aktif melakukan berbagai kegiatan dengan perasaan gembira dan menyenangkan.
- Sarana untuk latihan aktifitas sehari-hari : permainan memasak, berdagang, rumah-rumahan dll.
Permainan sebagai terapi
Bermain : setiap
kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkannya, tanpa
mempertimbangkan hasil akhir, dilakukan secara sukarela dan tidak ada paksaan
atau tekanan dari luar atau kewajiban.
Pengaruh bermain bagi
perkembangan anak ;
- Perkembangan fisik mengembangkan oto dan melatih seluruh bagian tubuhnya.
- Dorongan berkomunikasi dengan sesama agar dapat bermain bersama.
- Penyaluran energi emosional yang terpendam
- Penyaluran kebutuhan dan keinginan
- Sebagai sumber belajar
- Rangsangan bagi kreatifitas
- Perkembangan wawasan diri
- Belajar bermasyarakat
- Standar moral
- Belajar bermain sesuai dengan peran jenis kelamin
- Perkembangan ciri kepribadian yang diinginkan
Sasaran Terapi
Bermain
- Anak gangguan mental dengan penyerta gangguan psikis, sosial emosi dan komunikasi, sasaran pada mental, psikologi, sosial emosional dan komunikasinya.
- Anak berkesulitan belajar dengan gangguan penyerta psikologis, sosial emosional, gerak kurang koordinasi, tremor, kelayuhan atau kaku.
- Anak gangguan perilaku atau emosi
- Anak gangguan bahasa penyertanya psikis, sosial emosional dan ada kalanya terbelakang mental.
- Anak gangguan pendengaran penyertanya berbahasa atau bicara, psikis, sosial emosional, dan terkadang mental.
- Anak gangguan penglihatan penyerta psikis dan sosial emosional.
- Anak gangguan fisik dan kesehatan penyertanya psikis, sosial emosional.
- Anak cacat ganda penyerta majemuk seperti sensorik, psikis, sosial emosional, komunikasi dan kadang penyimpangan perilaku.
- Anak dengan kecerdasan luar biasa atau berbakat, efeknya psikologis dan sosial emosional.
Materi Terapi Bermain
u Permainan dengan
berbagai alat atau benda misal; pasir, tanah liat, bola dll
u Permainan dengan
berbagai bentuk gerakan, seperti : jongkok, berdiri, loncat, jalan, lari,
merangkak, melempar dll.
u Permainan dengan
berbagai macam ketepatan arah atau sasaran seperti : kelereng, halma, catur,
bola sodok, karambol, panahan, baseball dll
u Permainan dengan
memerlukan keberanian seperti : meniti papan, loncatan, lari mundur dll.
u Aktifitas kesenian
seperti : menari, menyanyi, melukis, deklamasi, drama atau sandiwara dll.
DESAIN TERAPI
BERMAIN
Perlu memperhatikan :
•
Tujuan terapi
•
Jenis kelainan anak serta penyimpangan atau gangguan
dan potensi yang masih dapat dikembangkan
•
Media yang diperlukan
•
Jenis permainan yang disediakan
•
Desain alat evaluasi
•
Revisi bahan pelajaran
Model Dick and Carrey
yang diterapkan terapi bermain :
- Mengidentifikasi tujuan umum pengajaran
- Melaksanakan analisis pengajaran
- Mengidentifikasi tingkah laku masukan dari karakteristik siswa
- Merumuskan tujuan performansi
- Mengembangkan butir-butir tes acuan patokan
- Mengembangkan strategi pengajaran
- Mengembangkan dan memilih material pengajaran
- Mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif
- Merevisi bahan pengajaran
- Mendesain dan melaksanakan evaluasi sumatif
Contoh Program Terapi Bermain :
- Tujuan Umum : Memperbaiki fungsi organ tubuh tertentu yang menyimpang agar mampu melaksanakan kegiatan sehari-hari seoptimal mungkin.
- Tujuan Khusus :
1. Mengalihkan pemusatan
pikiran/perhatian anak yang selalu tertuju pada dirinya. Menunjang Penyembuhan
unsur psikologis/fisik/sosial/komunikasi
2. Meningkatkan derajat
gerak fungsi sendi siku
III. Materi Kegiatan :
1. Memberikan kesibukan
tangan yang mengutamakan gerakan fungsi sendi siku :
a. Menyikat tali rapia
dengan sikat kawat
b. Menangkap dan melempar bola
c. Memukul dengan palu
d. Memukul dengan alat
musik (perkusi,drum,gong)
2. Kelompok terapi bersama
untuk motivasi latihan :
a. Bermain musik
bersama (musik terapi)
b. Permainan menarik
beban dengan tangan
c. Senam irama dengan
alat beban pada tangan (pilih salah satu yang cocok)
IV. Waktu Kegiatan :
Antara 30 menit-40
menit setiap pertemuan
V. Urutan Kegiatan :
- Relaksasi/penenangan
- Pelatihan merupakan observasi/evaluasi kemampuan yang telah dimiliki anak
- Pelaksanaan latihan : berapa kali anak harus melakukan gerakan sendi siku diberikan bertahap : misal untuk pertemuan 1 :10X,pertemuan2 : 15X dstnya. Berapa kali anak harus melakukan kegiatan dengan dua belah tangan. Berapa pertemuan anak harus melakukan pengulangan yang sama. Alat-alat apa yang dapat digunakan atau perlu dimodifikasi
- Evaluasi :tes perbuatan.
- Peninjauan kembali latihan
Hendaknya setiap anak punya satu buku catatan perkembangan.
Dalam terapi bermain
Guru,terapis, instruktur perlu :
- Merancang tujuan umum dan khusus yang akan dicapai setelah pembelajaran berakhir
- Menganalisis materi pembelajaran sebagai bahan yang akan diproses dalam mencapai tujuan
- Memahami karakteristik siswa sebagai subyek yang akan diberi pembelajaran terapi bermain agar dapat melakukan kegiatan terapi dengan lancar.
- Guru, terapis, instruktur dapat merumuskan tujuan
yang dapat dilakukan anak dan merancang strategi pembelajaran terapi
bermain serta mendesain evaluasi formatif /sumatif.
Sumber BacaanSoetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGCWong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar