Jumat, 14 Desember 2012

Mengajarkan Kecerdasan Emosi pada Anak

Seperti orang dewasa, anak juga merasakan bermacam-macam emosi seperti marah, malu, senang, sedih, terkejut dan sebagainya. Ajari anak untuk mengenali emosinya, mengekspresikan emosinya dam mengendalikan emosinya dengan tepat.

Ketika melihat anak jatuh jangan dimarahi atau ditertawakan tapi bantu dia berdiri dan ucapkan kata-kata yang menenangkannya seperti, “ Adik jatuh ya ? mari bunda bantu berdiri. Adik sekarang main lagi ya.”
Ketika anak senang karena menerima mainan baru, katakan : “Adik senang ya dengan mainan baru dari kakek.” Tunjukkan ekspresi senang padanya.
Saat anak marah lalu memukul, dengan tenang katakan kepada anak, “Adik marah ya karena tidak dipinjamin mainan oleh kakak ? adik kalau marah tidak boleh memukul ya karena itu tidak baik. Kalau mau pinjam mainan kakak, adik harus bilang baik-baik.”
Lewat kejadian-kejadian tiap hari, balita belajar tentang emosi dan cara mengekpresikan emosi dan mengendalikannya dengan benar. Selain itu anak juga bisa diajari mengenali emosi yang dirasakan oleh orang lain. Hal ini merupakan bentuk stimulasi kecerdasan emosional dalam aspek intra personal. Diharapkan anak sejak dini dapat menunjukkan empati atau memahami apa yang dirasakan oleh orang lain.
Ketika ada teman yang hendak meminjam mainan tapi oleh si anak ditolak, bunda bisa mengatakan kepada anak, “Adik, temannya pinjam mainan tuh, yuk diajak main bersama.”
Dan jangan lupa, anak juga memperhatikan reaksi emosi kita terhadap suatu kejadian dan menirunya. Seringkali orang dewasa secara tidak sadar menunjukkan reaksi yang tidak tepat terhadap emosi yang ditujukan kepada anak. Seperti ketika melihat anak jatuh tapi karena jatuhnya lucu maka orang dewasa menertawakannya hal ini dapat membuat anak merasa malu atau marah.
2.Latihan Menunda Keinginan
Dalam mengasuh anak, tidak semua keinginan anak haru dipenuhi. Sebagian perlu ditunda dan sebagian ditolak. Anak saat kecil belum bisa memahami apa itu keinginan dan kebutuhan. Pengaruh iklan dan teman, sering membuat anak meminta barang atau makanan yang dia rasa enak. Disini orang tua perlu menjelaskan, agar anak mengerti mana yang dia butuhkan, dan mana yang hanya dia ingin miliki.
a).  Buat Daftar Prioritas. Orang tua dapat mengajak anak untuk membuat skala prioritas belanaja, atau barang apa saja yang dapat dibeli bulan ini. Sebaiknya hal tersebut dibuat bersama anak, agar anak lebih terlibat sehingga memudahkan dalam prakteknya nanti.
b)      Mulai Ajarkan Anak Untuk Menunda Keinginan. Ketika anak meminta sesuatu, usahakan jangan langsung memenuhi -walau sebenarnya Anda mampu- namun berikan temp. Misalnya, ketika anak baru duduk di kelas 2 SD minta dibelikan sepeda agar bisa berangkat sendiri ke sekolah, sementara Anda sendiri tidak yakin dengan keamanannya, Anda bisa mengatakan, “Kak, papa akan belikan sepeda kalau kakak sudah naik kelas 4, karena papa yakin pada saat itu kakak sudah mampu berangkat sendiri ke sekolah, sabar ya”. Tapi di lain sisi, janji harus ditepati, karena jika tidak, anak akan sulit percaya dengan orang tua.
c)      Hadapi Dengan Tenang. Ketika anak meminta dengan cara yang ‘heboh’ biarka saja. Jika anak sudah cukup tenang, ajaklah bicara. Ingatlah bahwa anakusia dini sangat cepat belajar dari lingkungannya. Jika cara menangis ternyata cukup ampuh untuk mendapatkan apa yang dia mau, maka jangan heran kalau besok cara ini akan ia gunakan lagi.
d)     Tumbuhkan Empati. Ajaklah anak untuk melihat teman-temannya yang kurang mampu sehingga mereka punya kepekaan sosial yang membuat mereka bersyukur dengan apa yang mereka punyai.
e)      Ajak Bicara. Anak-anak adalah individu yang unik. Terkadang orang tua meremehkan kemampuan mereka. Sebagai orang tua menganggap mereka adalah anak kecil yang belum mampu diajak layaknya orang dewasa. Cobalah mengubah cara pandang tersebut dan mulailah untuk semakin sering mengajak anak ngobrol dan berdiskusi. Dengan komunikasi anak tahu apa yang diinginkan orang tua, demikian pula sebaliknya.
f)       Ajarkan Anak Untuk Menabung. Biasakan anak menabung sejak dini, jelaskan juga manfaat menabung salah satunya adalah jika uang tabungan sudah banyak bisa digunakan untuk membeli mainan atau barang baru yang diinginkan. Menabung juga melatih anak untuk sabar dan mengendalikan diri sejak awal.
g)      Lead By Example. Ajarkan hal tersebut melalui praktek lengsung dengan membeli barang dengan sabar. Misalnya, ajak dia serta ke toko buku. Ketika orang tua menanyakan salah satu buku yang anak inginkan ternyata belum sampai di toko buku tersebut, sampaikan pada si anak, “Wah, papa sepertinya harus menunggu 1 minggu lagi ni, soalnya buku yang papa inginkan belum sampai di sini”. Atau ketika Anda tengah membeli suatu barang ternyata uang tunai yang Anda bawa tidak mencukupi -padahal sebenarnya Anda juga bisa mengambil melalui ATM- Anda bisa mengkomunikasikan, “Hm, sepertinya harga barangnya sudah naik hari ini, uang papa belum cukup nih. Papa sepertinya harus nabung lagi.”
Mengajarkan Anak Tentang Puasa
Ilmu mengajarkan tentang puasa pada anak yang berasal dari kata shaum dalam bahasa Arab, memiliki makna "menahan (diri)". Maka yang pertama kita lakukan sebelum mengajarkan mereka menahan lapar dan haus adalan berlatih mengendalikan diri. Latihan yang paling pas untuk anak seusia TK adalah menunda keinginan. Misal latihan menunda yang cukup efektif antara lain adalah untuk tidak jajan sepulang sekolah, dengan  membuat kesepakatan dari sebelum bulan puasa dimulai.

1.      Latihan untuk berfikir positif
Masa kecil adalah masa pembentukan konsep diri, citra diri, dan kecenderungan pada diri manusia. Ajaibnya, semua itu terbentuk bukan hanya melalui tutorial, melainkan diawali oleh pikiran dan persepsi yang timbul dalam benak sang anak. Di masa kini, banyak anak yang pencemas dan mengkritik diri sendiri sejak usia dini. Kabar baiknya, orang tua dapat membantu anak-anak mereka mengembangkan pemikiran positif ,disiplin yang dapat dikembangkan lewat latihan.
a.       Mulailah dengan membiasakan anak untuk menghormati dan menghargai atas segala hal kecil yang terjadi dalam hidup mereka. Misalnya melalui permainan bersama anak-anak dengan menyebutkan rasa syukur atas suatu hal dalam hidup mereka. Lakukanlah hal seperti ini ketika anak merasa menghadapi kesulitan dalam kegiatan sehari-hari. Dengan demikian orangtua bisa menyingkirkan pikiran negatif agar anak bisa fokus pada pikiran positif yang membuatnya bahagia.
b.      Cara berikutnya adalah dengan berdiskusi dan bertanya hal positif apa yang bisa muncul dari situasi negatif yang mereka alami. Berdiskusilah dengan jujur dan terbuka dalam bahasa yang mudah dimengerti oleh anak-anak. Beritahukanlah kepada anak bahwa hidup bisa menghadirkan banyak tantangan tapi tantangan tersebut bisa membuat diri mereka tumbuh lebih baik secara fisik maupun mental.
c.       Selanjutnya, orangtua bisa mengajarkan anak untuk mengganti kecemasan yang sedang dihadapinya menjadi keinginan dan kepercayaan. Saat anak Anda menyatakan kecemasannya dengan mengatakan apa yang tidak diinginkannya, bantu anak untuk mengendali dan anak lalu mulai fokus pada apa yang benar-benar ia inginkan. Sebagai contoh, jika anak anda berkata,"Saya tak ingin pergi ke pesta karena tak seorang pun mau bermain dengan saya," bantu anak Anda untuk mengenali apa yang diinginkannya dengan pertanyaan ,"Kamu ingin ke pesta terjadi apa?," Dan lalu katakan,"Bagaimana kalau kamu senang di pesta?".
Secara bertahap ajari anak Anda untuk fokus pada apa yang mereka inginkan dan harapkan ketimbang rasa takut dan kecemasan mereka. Lama kelamaan,anak akan bisa visualisasi skenario positif sendiri.
Tantang anak mengucap semua pernyataan yang dimulai dengan 'Saya' dalam tujuan dan pernyataan positif. Pernyataan yang negatif seperti 'saya bodoh'
atau 'saya selalu sakit',sangat berbahaya karena dapat masuk ke alam bawah sadar anak. Jika anak menciptakan gambaran positif dan saran untuk diri sendiri,ini akan mendatangkan khasiat pada kesehatan fisik dan kesehatan emosional. Kedengarannya sederhana, tapi anak yang membayangkan diri mereka bahagia dan sehat akan menjadi sehat dan bahagia di sepanjang hidup mereka.
Dengan mengajari anak berpikir positif maka orangtua mengajarkan anak untuk memiliki harapan akan masa depannya. Di sisi lain, berpikir positif dapat menjadi alat bagi anak dalam menangani berbagai tantangan hidup yang mereka hadapi. Secara tidak langsung orangtua membantu mereka tumbuh menjadi pribadi kuat dan mandiri di kemudian hari.
Mulailah untuk berlatih mengenai kehormatan dan menghargai segala hal kecil yang terjadi dalam kehidupan. Kita bisa menyingkirkan pikiran negatif agar anak bisa fokus pada pikiran positif yang membuatnya bahagia.
Berdiskusi dan bertanya hal positif apa yang bisa muncul dari situasi negatif yang mereka alami. Berdiskusilah dengan jujur, tulus, dan berbagilah inspirasi serta pandangan hidup dalam bahasa yang mudah dimengerti anak-anak.
Beritahu anak bahwa hidup bisa menyuguhkan banyak tantangan tetapi tantangan tersebut bisa membuat diri kita tumbuh lebih baik secara fisik maupun mental. Hidup adalah tentang belajar menjadi manusia yang lebih baik dan mandiri serta menciptakan kehidupan yang menakjubkan untuk dirinya sendiri. Hidup bukan hanya mengenai diri sendiri tetapi menciptakan pribadi yang bisa berbagi dengan orang lain. Konsep ini bisa dimulai dengan pemikiran positif.
Menjadi guru merupakan suatu hal berharga dalam mengajarkan anak untuk berpikir positif. Dengan mengajari anak berpikir positif maka kita mengajarkan anak untuk memiliki harapan akan masa depannya dan alat untuk menangani tantangan hidup. Kita membantu mereka tumbuh menjadi pribadi kuat dan mandiri di kemudian hari.
2.      Latihan Antri
Sejarah Teori Antrian
Antrian yang sangat panjang dan terlalu lama untuk memperoleh giliran pelayanan sangatlah menjengkelkan. Rata – rata lamanya waktu menunggu (waiting time) sangat tergantung kepada rata – rata tingkat kecepatan pelayanan (rate of services). Teori tentang antrian diketemukan dan dikembangkan oleh A.K. Erlang, seorang insinyur dari Denmark yang bekerja pada perusahaan telepon di Kopenhagen pada tahun 1910. Erlang melakukan eksperimen tentang fluktuasi permintaan fasilitas telepon yang berhubungan dengan automatic dialing equipment, yaitu peralatan penyambungan telepon secara otomatis. Dalam waktu – waktu yang sibuk operator sangat kewalahan untuk melayani para penelepon secepatnya, sehingga para penelepon harus antri menunggu giliran, mungkin cukup lama.
Persoalan aslinya Erlang hanya memperlakukan perhitungan keterlambatan (delay) dari seorang operator, kemudian pada tahun 1917 penelitian dilanjutkan untuk menghitung kesibukan beberapa operator. Dalam periode ini Erlang menerbitkan bukunya yang terkenal berjudul Solution of some problems in the theory of probabilities of significance in Automatic Telephone Exhange. Baru setelah perang dunia kedua, hasil penelitian Erlang diperluas penggunaannya antara lain dalam teori antrian (Supranto, 1987).


Antrian adalah media termudah untuk mempraktikkan pengendalian diri.Ajaklah anak berada dalam antrian dan berikan contoh cara mengantri yang benar.ketika anda berbelanja di supermarket dan hendak membayar dikasir ,ajaklah anak untuk turut mengantri .bekali pemahaman semenjak dari rumah tentang pentingnya antrian.ini akan memudahkan anak memahami apa yang sedang mereka lakukan dan apa yang sedang dikehendaki oleh orang tua.
Perlihatkan kepada anak bahwa semua orang rela untuk mengantri demi kepentingan bersama.ketika kita lewat di dekat pom bensin dan disana terlihat antrian yang cukup panjang ,ada baiknya kita berhenti sebentar untuk memberi kesempatan kepada anak melakukan pengamatan.

Belajar Antri dan Berbagi Lewat Makan Bersama
Undang beberapa teman balita ke rumah untuk makan bersama. Kegiatan ini dapat melatih balita sabar menunggu giliran dan berbagi.
Cara bermain:
  • Undang satu atau dua orang teman sebaya si kecil. Pilih salah satu waktu makan, misalnya makan siang.
  • Dudukkan anak dan temannya berdampingan di meja makan.  
  • Letakkan piring makan masing-masing di hadapan balita dan temannya.
  • Isi setiap piring dengan nasi, lalu tawarkan lauk pada balita Anda dan temannya. Layani mereka satu per satu. Sekali waktu Anda melayani anak Anda duluan, berikutnya temannya  yang Anda layani lebih dahulu.  
  • Minta pula anak menawarkan makanan atau minuman lain pada temannya dan mengambilkannya.
  • Bila perlu, Anda makan bersama mereka
Anak dilatih untuk antrian dimulai sejak dini. Dengan membiasakan mereka dan dengan menguatkan diri untuk konsisten melatih mereka.
Contohnya : 

Guru di  TK biasanya akan mengatur anak-anak menjadi satu baris panjang, jika ingin antri mencuci tangan. Jika ingin bergantian memakai sepatu. Jika ingin keluar dari kelas dan pulang.

Sesuai dengan sifatnya anak-anak yang tak bisa diam. Maka mereka akan keluar dari antrian. Menggerombol, merebut, hingga berlari-lari keluar dari barisan.

Nah disinilah diperlukan kekonsistensian guru.

Guru harus sabar untuk merapikan barisan, mengembalikan anak-anak yang keluar dari barisan, menenangkan mereka yang tak sabar, tegas terhadap yang merebut giliran.

Sebagai gambaran, suasana ' semrawut' ini akan berlangsung selamat bulan-bulan pertama. Pengalaman di kelas Playgroup dulu, anak-anak baru bisa baris dengan rapi itu sekitar 3 bulanan.

Untuk anak-anak dilevel paling atas, biasanya masa transisinya lebih cepat lagi. Namun tetap perlu pengawasan guru untuk memastikan antrian berjalan dengan lancar dan tak ada yang dirugikan.

Jika masa pembiasaan sudah berlalu, maka tanpa diawasi lagi. Anak-anak sudah memiliki kesadaran untuk antri dan mematuhi peraturan tak tertulis tentang antri.


Manfaatnya dari belajar berbaris rapi untuk antri :

a)      Anak-anak memiliki kesabaran untuk menunggu gilirannya.
b)      Sangat membantu guru dalam mengawasi manakala membawa anak-anak keluar kelas/ keluar sekolah. Terutama jika membawa banyak anak, sementara gurunya hanya sedikit.
c)      Ketertiban terpelihara, karena mereka sudah mengerti konsep bergiliran.
d)     Dan ketika tiba saatnya penerapan di dunia nyata: seperti mengantri di mall, di kolam renang, dan di tempat-tempat lain, mereka sudah terlatih. Sehingga, manakala terjadi sesuatu yang menyebabkan antrian berlangsung lama. Tanpa perlu campur tangan guru dalam menenangkan, mereka biasanya dapat lebih bersabar dan tak terlalu mengeluh. Mereka mampu mengendalikan dirinya lebih baik.


sumber bacaan:
Hurlock, B. Elizabeth. 1978. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga
Dwonlod Internet pada Selasa 20 November 2012:


Tidak ada komentar:

Posting Komentar