Jumat, 14 Desember 2012

Terapi Bermain

BERMAIN SEBAGAI TERAPI BAGI ANAK 

Masuk rumah sakit merupakan peristiwa yang sering menimbulkan pengalaman traumatik, khususnya pada pasien anak yaitu ketakutan dan ketegangan atau stress hospitalisasi. Stress ini disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya perpisahan dengan orang tua, kehilangan control, dan akibat dari tindakan invasif yang menimbulkan rasa nyeri. Akibatnya akan menimbulkan berbagai aksi seperti menolak makan, menangis, teriak, memukul, menyepak, tidak kooperatif atau menolaktindakan keperawatan yang diberikan.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalkan pengaruh hospitalisasi pada anak yaitu dengan melakukan kegiatan bermain. Bermain merupakan suatu tindakan yang dilakukan secara sukarela untuk memperoleh kesenangan dan kepuasan. Bermain merupakan aktivitas yang dapat menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak dan merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional dan sosial sehingga bermain merupakan media yang baik untuk belajar karene dengan bermain anak-anak akan belajar berkomunikasi, menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru, melakukan apa yang dapat dilakukannya, dan dapat mengenal waktu, jarak serta suara.
Untuk itu dengan melakukan permainan maka ketegangan dan stress yang dialami akan terlepas karena dengan melakukan permainan rasa sakit akan dapat dialihkan (distraksi) pada permainannya dan terjadi proses relaksasi melalui kesenangannya melakukan permainan



Diawali dengan pendapat Sigmund Freud bahwa suatu pendekatan pendidikan dan merupakan teknik-teknik penyembuhan dengan cara bermain dan dapat dilihat melalui analisa kejiwaan.
Terapi berasal penyembuhan, pengobatan jasmani.
Caplan tahun 1974 : terapi permainan bisa dilakukan dengan cara menggunakan alat yang tidak berbahaya, misal : Buku cerita yang dapat digunakan untuk menumbuhkan pola komunikasi antara siswa dengan gurunya.

Konsep
   Terapi permainan merupakan terapi kejiwaan namun dalam pelaksanaannya faktor ekspresi-gerak menjadi titik tumpuan bagi analisa terapeutic dengan medianya adalah bentuk-bentuk permainan yang dapat menimbulkan kesenangan, kenikmatan dan tidak ada unsur paksaan serta menimbulkan motivasi dalam diri sendiri yang bersifat spontanitas, sukarela dan mempunyai pola atau aturan yang tidak mengikat.


         Bermain bagi anak merupakan kebutuhan sebagaimana makan, minum, kasih sayang, dsb.
          Bermain harus seimbang antara bermain aktif (kesenangan diperoleh dari apa yang diperbuat) dan bermain pasif (kesenangan diperoleh dari orang lain).
¡  Bermain perlu: Energi ekstra
¡  Waktu
¡  Alat permainan
¡  Ruang
¡  Pengetahuan cara bermain
¡  teman
Permainan disini merupakan suatu kesibukan yang ada dalam kehidupan sehari-hari dari diri anak berkebutuhan khusus  dan berguna bagi dirinya dalam kehidupannya yang mandiri kelak.

Pengertian terapi bermain
  1. Teknik penyembuhan terhadap anak berkebutuhan khusus, dengan menggunakan media berbagai macam bentuk permainan, baik tanpa maupun memakai alat yang tidak membahayakan dirinya, dan dapat dilaksanakan di alam terbuka sepanjang membantu program pembelajaran.
  2. Semula terapi bermain diterapkan berdasarkan ajaran dan pola kerja dari sigmund freud dengan titik tolaknya pada analisa kejiwaan sebagai alat untuk kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan kemampuan : berbicara, rasa interest, kebenaran mengungkapkan “perasaan diri”.
  3. Terapi bermain berkembang menjadi suatu terapi yang menitik beratkan pada gerak seseorang (psychomotor performance) dengan alatnya berbagai bentuk permainan. Bentuk permainan ini pun diharapkan dapat memacu anak yang bersangkutan dapat melakukan kegiatan sehari-hari. Misalnya : kegiatan toilet training.
Terapi bermain disusun untuk menunjang :
*      Keterampilan mengurus diri sendiri (Self help skills)
*      Kemampuan untuk melakukan kegiatan tertentu (psycho-motor performance)
*      Penyesuaian diri terhadap lingkungannya (social adaptation)
*      Keterampilan diri bagi kesiapan kerja di masyarakat (prevocational skills)
Unsur-unsur dalam bermain
*      Melepas ketegangan-ketegangan yang menghimpit hatinya
*      Melatih keterampilan melalui panca inderanya atau sensomotorik
*      Dilakukan dengan gembira, bahagia dengan fantasinya dapat berkembang
*      Kebebasan memilih dan menentukan alat bermainnya
*      Membantu melancarkan dan mengembangkan fungsi faal tubuhnya (fisiologi) Misal : pernafasan, peredaran darah dan pencernaan makanan (psikomotorik)
*      Mampu mengembangkan kemampuan diri anak semaksima mungkin sesuai dengan prestasi dirinya.
Tujuan Terapi permainan  untuk mengembangkan aspek :
  1. Fisik meliputi perkembangan kekuatan organ tubuh, peningkatan ketahanan otot-otot dan organ tubuh, pencegahan dan perbaikan sikap tubuh yang kurang baik.
  2. Intelektual meliputi kemampuan berkomunikasi, menghitung angka dalam suatu permainan sehingga dapat dikatakan menang atau kalah dll.
  3. Emosi : penerimaan atas pimpinan orang lain, bagaimana ia memimpin dll.
  4. Sosialisasi : bagaimana dapat bermain bersama, meningkatkan hubungan yang sehat dalam kelompok.
Ruang Lingkup terapi bermain hendaknya disesuaikan dengan tujuan dan sasarannya:
*      Permainan yang berkaitan dengan sensomotoris : membedakan halus – kasar, menyusun bentuk.
*      Permainan yang berguna bagi pengembangan kekuatan : mengangkat dan menaruh benda, bergerak dari satu sisi ke sisi lainnya dengan tempo tertentu.
*      Permainan yang bersifat simbolis : role play dokter-dokteran, mencangkul di sawah dsbnya.
*      Permainan yang berhubungan dengan kegiatan lomba : gobag dosor, sunda manda dsbnya.  Baik permainan tradisional maupun yang sudah dimodifikasi bentuk pertandingan.
Kepada Siapa Terapi Bermain Diberikan?
Terapi bermain dapat dipakai baik sebagai asesmen maupun sebagai terapi. Sebagai sebuah terapi, terapi bermain dapat diberikan antara lain kepada anak yang:
• Mempunyai pengalaman diperlakukan dengan kejam & diabaikan
Perlakuan yang kejam (seperti perkosaan, serangan fisik, pukulan) dan pengabaian menyebabkan konflik diri dan masalah hubungan yang serius, dan terapi bermain memungkinkan klien mengembangkan mekanisme penyelesaian masalah dan adaptasi. Hal ini dikemukakan juga dalam tulisan Sukmaningrum (2001) yang menunjukkan efektivitas terapi bermain sebagai alternatif penanganan anak-anak yang mengalami trauma karena kekerasan massal.
• Agresif
Perilaku agresif seringkali berakar dari keinginan, harapan, atau perasaan yang tidak dapat diekspresikan. Dalam terapi bermain, klien dapat bebas bereksprimen melakukan perilaku yang lebih efektif (Levy dalam Landreth, 2001).
• Gangguan emosi dan skizofren
Terapi bermain memberikan suasana yang aman dimana anak yang emosinya terganggu dapat bermain peran mengungkapkan emosi terpendamnya dan belajar untuk mengatasi lingkungannya dengan lebih baik (Gumaer dan Landreth dalam Landreth, 2001). Penelitian Irwin (dalam Landreth, 2001) menunjukkan bahwa terapi bermain juga dapat diterapkan pada anak dengan gangguan mental seperti skizofren.
• Takut dan cema
Terapi bermain menyediakan lingkungan yang aman dan penerimaan sehingga klien bebas mengekspresikan ketakutan dan kecemasannya, misalnya pada anak yang fobia sekolah. Saat rasa takut dan cemas terekspresikan maka selanjutnya klien akan mampu mengendalikan perasaan tersebut dan berkembang lebih sehat (Levy, Straughan, Landreth dkk, dan Milos & Reis dalam Landreth, 2001).
• Mengalami masalah Penyesuaian sosial
Penelitian Coplan, Prakash, O’Neil, dan Armer (2004) pada anak-anak usia 3-5 tahun menunjukkan bahwa terapi bermain dapat digunakan untuk melihat penarikan diri secara sosial berdasarkan kecemasan sosial dan ketidaktertarikan sosial. Penelitian Openheim (1997) menunjukkan bahwa terapi bermain dengan boneka mengurangi gangguan berpisah (separation) anak prasekolah, terutama berpisah dari ibu.
• Kesulitan bicara
Penelitian Lyytinen, Dikkens, dan Laakso (1997) menunjukkan bahwa bermain simbolik terbukti dapat meningkatkan kemampuan berbahasa anak usia dini.
• Mengalami gangguan visual spatial
Penelitian yang dilakukan oleh Caldera, Culp, O’Brien, Tonglio, Alvaren, dan Huston (1999) menunjukkan bahwa bermain dengan menggunakan permainan yang maskulin dan manipulatif, misalnya bermain bola, dapat meningkatkan kemampuan visual-spatial pada anak. Jadi anak dengan gangguan koordinasi tubuh (clumcy) dapat diterapi dengan bermain maskulin dan manipulatif.
• Anak penyandang Autism
Penyandang autism biasanya hidup dalam dunia sendiri dan “terisolasi” dari dunia sosialnya. Menurut hasil penelitian McConnell (2002) prosedur intervensi melalui permainan dengan teman sebaya dapat membantu penyandang autisme membangun kesadarannya akan dunia sekitarnya dan akan keberadaan orang lain. Kemampuan berinteraksi sosial anak autism ini juga dapat ditingkatkan melalui permainan dalam bentuk pemberian cerita sosial (social story) kepada mereka (Sugiarto, dkk., 2004).
Disamping diberikan kepada mereka sebagai bentuk terapi, ternyata sebuah penelitian yang dilakukan oleh Hartini (2004) menunjukkan bahwa bentuk permainan sosial dapat meningkatkan kecerdasan emosi pada anak-anak pra-sekolah. Hal ini ditunjukkannya dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap anak-anak pra-sekolah di Surabaya.
Prosedur dalam Terapi Bermain
Fase Persiapan
Sebelum memasuki fase terapi bermain anak harus disiapkan sehingga mereka tahu apa yang akan dihadapi dan akan dilakukannya. Beberapa orang tua tidak cukup menyiapkan anak mereka, karena mereka tidak tahu apa yang harus dikatakan, atau takut anak tidak mau mengikuti terapi saat mereka memberi tahu bahwa anak akan menjalani terapi. Orang tua sebaiknya memberi tahu bahwa anak akan bertemu dengan terapis dalam ruang khusus dimana disana banyak mainan setiap minggu dan menjelaskan bahwa proses ini akan membantu anak menemukan hal yang lebih baik.
Dua prinsip pokok saat pelaksanaan terapi bermain :
  1. Prinsip Kegunaan :
a. Prinsip pengembangan :
-          Fungsi fisik (melancarkan peredaran darah, dan bagian tubuh lainnya)
-          Fungsi intelektual (pengembangan daya fikir atau nalarnya, daya kreasi serta ekspresi dirinya)
-          Fungsi emosi (melatih menahan diri, mampu menyatakan perasaan dirinya)
-          Fungsi sosialisasi (mengenal orang lain atau lingkungannya, dapat bekerja sama dengan orang lain)
b. Prinsip rekreatif : perolehan kesenangan dan kegembiraan
c. Prinsip aktifitas : munculnya self activity sesuai dengan keinginan dan kesenangannya.
d. Prinsip penyembuhan :dapat memperbaiki kelainan atau kekurangan yang dialami oleh anak.
2. Prinsip yang berkaitan dengan pelaksanaannya:
  1. Prinsip Korelasi dianjurkan bahan bagi terapi bermain tidak hanya dipergunakan bagi latihan tertentu saja melainkan berhubungan dengan peningkatan fungsi gerak lainnya. Misal media tanah liat bisa digunakan pengembangan latihan motorik maupun peningkatan kreatifitas anak.
b.      Prinsip skala perkembangan mental, bahan atau materi hendaknya disesuaikan dengan kemampuannya sesuai dengan keberadaannya serta sesuai dengan kebutuhan dari anak (individual needs)
c.       Prinsip pengulangan, hendaknya dilakukan secara berulangulang. Karena anak-anak berkebutuhan khusus terutama anak tunagrahita berkesulitan berkonsentrasi pada satu tujuan serta mudah lupa.
Perkembangan Bermain
Tahapan perkembangan bermain yang mencerminkan tingkat perkembangan sosial :
1.    Unoccupied Play : anak tidak terlibat bermain hanya mengamati kejadian di sekitarnya yang menarik perhatian anak.
2.        Solitary Play (Bermain Sendiri) anak sibuk bermain sendiri sehingga tidak memperhatikan kehadiran anak-anak lain di sekitarnya.
3.    Onlooker Play (Pengamat) kegiatan bermain dengan mengamati anak-anak lain melakukan kegiatan bermain dan tampak ada minat yang semakin besar terhadap kegiatan anak lain yang diamatinya.
        Ketiga jenis permainan di atas termasuk nonsosial play karena amat minimalnya faktor interaksi sosial yang terjadi dalam kegiatan bermain tersebut.
4. Paralel Play (Bermain Paralel) tampak saat  dua anak atau lebih bermain dengan jenis alat permainan yang sama dan melakukan gerakan atau kegiatan yang sama.Misal :main mobil-mobilan, lego, balok-balok dll
5. Assosiative Play (Bermain Asosiatif) ditandai dengan adanya interaksi antar anak yang bermain, saling tukar alat permainan, padahal jika diamati anak sebenarnya tidak terlibat dalam kerjasama.Misal : menggambar.
6. Cooperative Play (Bermain bersama) bermain bersama, ditandai dengan adanya kerjasama atau pembagian tugas dan pembagian peran antara anak-anak yang terlibat dalam permainan untuk mencapai satu tujuan tertentu. Misal : bermain dokter-dokteran, bekerjasama membuat suatu karya bangunan dari balok-balok dsbnya.
Peran dan Fungsi Terapi Bermain Dalam Permainan
  1. Fungsi : untuk membantu kelancaran belajar dengan kegiatan dalam bentuk permainan yang menyenangkan dan tidak membosankan.
  2. Peran dalam pendidikan ;
  1. Sarana pencegahan : tidak menambah permasalahan baru dan menghmbat proses belajarnya.
  2. Sarana penyembuhan : dapat disembuhkan atau dilatih sebagai sarana belajar melalui bentuk-bentuk permainan yang ber7an mengembalikan fungsi fisik,psiko-terapi,modifikasi perilaku, mengembangkan fungsi sosial, melatih bicara, mempertajam atau latihan visual, latihan auditif, latihan taktil, dll.
  3. Sarana penyesuaian diri : anak-anak sulit beradaptasi, oleh karena itu dilatih bekelompok dalam permainan.
  4. Sarana untuk mengembangkan ketajaman penginderaan : untuk menjernihkan penglihatan (visual) misal ; permainan warna, bentuk, jarak dll.
  5. Sarana mengembangkan kepribadian : anak dapat bergerak dengan bebas dan aktif melakukan berbagai kegiatan dengan perasaan gembira dan menyenangkan.
  6. Sarana untuk latihan aktifitas sehari-hari : permainan memasak, berdagang, rumah-rumahan dll.
Permainan sebagai terapi
Bermain : setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkannya, tanpa mempertimbangkan hasil akhir, dilakukan secara sukarela dan tidak ada paksaan atau tekanan dari luar atau kewajiban.
Pengaruh bermain bagi perkembangan anak ;
    1. Perkembangan fisik mengembangkan oto dan melatih seluruh bagian tubuhnya.
    2. Dorongan berkomunikasi dengan sesama agar dapat bermain bersama.
    3. Penyaluran energi emosional yang terpendam
    4. Penyaluran kebutuhan dan keinginan
    5. Sebagai sumber belajar
    6. Rangsangan bagi kreatifitas
    7. Perkembangan wawasan diri
    8. Belajar bermasyarakat
    9. Standar moral
    10. Belajar bermain sesuai dengan peran jenis kelamin
    11. Perkembangan ciri kepribadian yang diinginkan
Sasaran Terapi Bermain
  1. Anak gangguan mental dengan penyerta gangguan psikis, sosial emosi dan komunikasi, sasaran pada mental, psikologi, sosial emosional dan komunikasinya.
  2. Anak berkesulitan belajar dengan gangguan penyerta psikologis, sosial emosional, gerak kurang koordinasi, tremor, kelayuhan atau kaku.
  3. Anak gangguan perilaku atau emosi
  4. Anak gangguan bahasa penyertanya psikis, sosial emosional dan ada kalanya terbelakang mental.
  5. Anak gangguan pendengaran penyertanya berbahasa atau bicara, psikis, sosial emosional, dan terkadang mental.
  6. Anak gangguan penglihatan penyerta psikis dan sosial emosional.
  7. Anak gangguan fisik dan kesehatan penyertanya psikis, sosial emosional.
  8. Anak cacat ganda penyerta majemuk seperti sensorik, psikis, sosial emosional, komunikasi dan kadang penyimpangan perilaku.
  9. Anak dengan kecerdasan luar biasa atau berbakat, efeknya psikologis dan sosial emosional.
Materi  Terapi Bermain
u Permainan dengan berbagai alat atau benda misal; pasir, tanah liat, bola dll
u Permainan dengan berbagai bentuk gerakan, seperti : jongkok, berdiri, loncat, jalan, lari, merangkak, melempar dll.
u Permainan dengan berbagai macam ketepatan arah atau sasaran seperti : kelereng, halma, catur, bola sodok, karambol, panahan, baseball dll
u Permainan dengan memerlukan keberanian seperti : meniti papan, loncatan, lari mundur dll.
u Aktifitas kesenian seperti : menari, menyanyi, melukis, deklamasi, drama atau sandiwara dll.
DESAIN TERAPI BERMAIN
Perlu memperhatikan :
         Tujuan terapi
         Jenis kelainan anak serta penyimpangan atau gangguan dan potensi yang masih dapat dikembangkan
         Media yang diperlukan
         Jenis permainan yang disediakan
         Desain alat evaluasi
         Revisi bahan pelajaran
Model Dick and Carrey yang diterapkan terapi bermain :
  1. Mengidentifikasi tujuan umum pengajaran
  2. Melaksanakan analisis pengajaran
  3. Mengidentifikasi tingkah laku masukan dari karakteristik siswa
  4. Merumuskan tujuan performansi
  5. Mengembangkan butir-butir tes acuan patokan
  6. Mengembangkan strategi pengajaran
  7. Mengembangkan dan memilih material pengajaran
  8. Mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif
  9. Merevisi bahan pengajaran
  10. Mendesain dan melaksanakan evaluasi sumatif
Contoh Program Terapi Bermain :
  1. Tujuan Umum : Memperbaiki fungsi organ tubuh tertentu yang menyimpang agar mampu melaksanakan kegiatan sehari-hari seoptimal mungkin.
  2. Tujuan Khusus :
          1. Mengalihkan pemusatan pikiran/perhatian anak yang selalu tertuju pada dirinya. Menunjang Penyembuhan unsur psikologis/fisik/sosial/komunikasi
          2. Meningkatkan derajat gerak fungsi sendi siku
III.      Materi Kegiatan :
         1. Memberikan kesibukan tangan yang mengutamakan gerakan fungsi sendi siku :
            a. Menyikat tali rapia dengan sikat kawat
            b. Menangkap dan melempar bola
            c. Memukul dengan palu
            d. Memukul dengan alat musik (perkusi,drum,gong)
        2. Kelompok terapi bersama untuk motivasi latihan :
            a. Bermain musik bersama (musik terapi)
            b. Permainan menarik beban dengan tangan
            c. Senam irama dengan alat beban pada tangan (pilih salah satu yang cocok)
IV. Waktu Kegiatan :
Antara 30 menit-40 menit setiap pertemuan
V. Urutan Kegiatan :
  1. Relaksasi/penenangan
  2. Pelatihan merupakan observasi/evaluasi kemampuan yang telah dimiliki anak
  3. Pelaksanaan latihan : berapa kali anak harus melakukan gerakan sendi siku diberikan bertahap : misal untuk pertemuan 1 :10X,pertemuan2 : 15X dstnya. Berapa kali anak harus melakukan kegiatan dengan dua belah tangan. Berapa pertemuan anak harus melakukan pengulangan yang sama. Alat-alat apa yang dapat digunakan atau perlu dimodifikasi
  4. Evaluasi :tes perbuatan.
  5. Peninjauan kembali latihan
Hendaknya setiap  anak punya satu buku catatan perkembangan.
Dalam terapi bermain Guru,terapis, instruktur perlu :
  1. Merancang tujuan umum dan khusus yang akan dicapai setelah pembelajaran berakhir
  2. Menganalisis materi pembelajaran sebagai bahan yang akan diproses dalam mencapai tujuan
  3. Memahami karakteristik siswa sebagai subyek yang akan diberi pembelajaran terapi bermain agar dapat melakukan kegiatan terapi dengan lancar.
  4. Guru, terapis, instruktur dapat merumuskan tujuan yang dapat dilakukan anak dan merancang strategi pembelajaran terapi bermain serta mendesain evaluasi formatif /sumatif.

    Sumber Bacaan


    Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC
    Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar