Jumat, 14 Desember 2012

Pengembangan Kemampuan Anak Mengelola dan Mengekspresikan Emosi

1.       Meminta Anak Memperagakan Emosi Tertentu
a)      Gunakan media (untuk anak yang suka gambar) berupa gambar wajah dengan berbagai ekspresi emosi. beritahu bentuk emosi apa saja yang terdapat dalam media. Latih lah setiap hari dengan menanyakan kepada anak  "hari ini kakak sedang bagaimana??" sehingga anak memilihnya.
b)      Saat anak sedang marah,, sedih,, senang,, tanyakan "ada apa??" Coba pilih gambar wajahmu..
c)      Hingga akhirnya tidak diperlukan media lagi. Anda bisa tanyakan langsung pada anak tentang emosinya. Bia tidak menjawab , anda bisa melakukan "tebakan" atas emosinya  (misalnya, "kakak sedang marah ya?? kenapa?? apa karna ibu melarang kakak makan es krim??". Ini membuat anak akan lebih merasa dipahamidan biasanya mereka akan merespon setelah beberapa kali kita tanya.
d)     Berikan solusi sehatnya. Jangan lupa, anda harus memberikan konsekuensi dari perilaku yang gtidak diharapkan (bukan hukuman fisik), tetapi dengan memberi alternatif ("kalau kakak mau sesuatu tidak perlu teriak, bicaralah baik-baik dengan ibu). Berikan apresiasi saat ia melakukan hal yang sesuai.
e)      Lakukan hal secara konsisten.
f)        Bantu anak mencari solusi
"Anak laki-laki cenderung fokus pada masalah yang dihadapi daripada emosi," kata Dan Kindlon, PhD, dosen di Harvard School of Public Health yang juga penulis buku Raising Cain: Protecting the Emotional Life of Boys.
Tugas orangtua adalah mengajarkan anak laki-laki bahwa perasaan kecewa, sedih, marah, takut adalah wajar dan ajarkan anak laki-laki untuk mengenali dan menerima perasaan tersebut. Anak laki-laki perlu menyadari perasaan tersebut adalah bagian dalam dirinya, yang mungkin saja tak langsung bisa disingkirkannya. Dengan memahami perasaan, anak laki-laki akan mulai menerima dirinya, dan mengenali masalahnya. Dengan begitu ia akan terbantukan untuk mencari solusi dari masalahnya, setelah ia bisa mengatasi emosinya.
Cara terbaik untuk memahami anak adalah, mengakui emosinya (kenali emosinya) dan beri anak kekuatan untuk menemukan solusi atas masalah sendiri. Caranya adalah:
1.      Dengarkan anak 100%, tatap matanya dengan tatapan datar atau sayang. (Berikan perhatian dan pengakuan)
Terkadang yang dibutuhkan anak hanya didengar saja, bukan solusinya. Hanya memberikan perhatian 100% kita bisa terkejut, ternyata anak mau terbuka dan mau berbagi pikiran dan perasaan. Hanya dengan berkata “hmm.. okay, begitu ya.. lalu..” Walau nampaknya sederhana, jujur ini sulit bagi kita orangtua yang terbiasa mau ambil jalur cepat alias memberikan solusi dan menyelesaikan masalah. Ketika hal itu kita lakukan, anak akan menutup diri dan menghindar bicara kepada kita. Anak hanya akan meyatakan pikiran dan perasaan yang sejujurnya tanpa takut dihakimi.
Ketika kita biarkan anak mengungkap emosi dan pikirannya dengan bebas (saat kita ada untuk memberi dukungan emosional), kita akan melihat mereka dapat menemukan solusi sendiri untuk permasalahan mereka. Kelebihan lainnya dari pendekatan ini adalah anak akan mengembangkan rasa percaya diri untuk berpikir bagi dirinya sendiri dan menghadapi tantangan – tantangan hidup.
Misal : “saya tadi berkelahi dengan Agus, disekolah”, respon kita “apa yang terjadi? Lukamu pasti sakit sekali yah.. oh, okay”
2.      Mengenali dan mengambarkan emosi.
Perlu bagi kita sesaat untuk mempelajari makna dari emosi, karena ini penting bagi kita untuk bisa mencerminkan emosi anak dan mengerti dengan pasti apa yang mereka rasakan. Dengan dimengertinya perasaan mereka, maka mudah bagi mereka untuk terbuka dan bicara tentang masalah mereka. Berikut adalah emosi yang umumnya dialami oleh manusia.
Nama Emosi dan Makna-nya :
  1. Marah – Merasakan adanya ketidakadilan
  2. Rasa bersalah – Kita merasa tidak adil terhadap orang lain
  3. Takut – Kita diharapkan antisipasi karena sesuatum yang tak diinginkan bisa saja terjadi
  4. Frustrasi – Melakukan sesuatu berulangkali dan hasilnya tak sesuai harapan artinya kita harus cari cara lain
  5. Kecewa – Apa yang diinginkan tidak bisa terwujud
  6. Sedih – Kehilangan sesuatu yang dirasa berharga
  7. Kesepian – Kebutuhan akan relasi yang bermakna bukan hanya sekedar berteman
  8. Rasa tidak mampu – Kebutuhan untuk belajar sesuatu karena ada sesuatu yang tak bisa dilakukan dengan baik
  9. Rasa bosan – Kebutuhan untuk bertumbuh dan mendapatkan tantangan baru
  10. Stress – Sesuatu yang terlalu menyakitkan dan harus segera dihentikan
  11. Depresi – Sesuatu yang terlalu menyakitkan dan harus segera dihentikan
Contoh Kasus
Jika anak  datang kepada orangtua dan berkata “Aldi tidak mau bermain bola dengan ku” apa jawab Anda? “Sini main sama papa/mama, maen sama yang lain saja ya atau ya sudah.. maen sendiri saja”. Ketiga jawaban ini sekilas adalah jawaban klasik, dan memang dibenarkan karena sering dipakai. Pertanyaan saya ada Emosi apa dibalik kata-kata anak tersebut? Betul!! Kecewa, Kesepian, nah kalau begitu responnya bagaimana? “Hmm.. nak kamu pengen banget ya maen sama Joni?” atau “Hmm.. kamu kesepian yah, pengen main ya?” lalu tunggu responnya, biasanya anak akan bercerita panjang lebar, kemudian solusi sebaiknya diserahkan kepada anak, caranya “lalu apa yang bisa Papa/Mama bantu buat kamu? Mau maen sama Papa/Mama? Atau ada ide lain?” Biarkan anak memilih solusi terbaik bagi dirinya. Hafalkan tabel diatas dan gunakan untuk berkomunikasi dengan anak, pahami seiap kasus yang dialami anak.
Dengan turut mengerti perasaan emosi anak dan membiarkan menemukan solusi masalahnya sendiri maka anak akan merasa dipahami dan nyaman. Serta akan tumbuh rasa percaya diri dilingkungan yang menghargai dia. Dan berikutnya akan mudah bagi anak untuk terbuka terhadap orangtuanya, dan sikap saling percaya antara orangtua dan anak akan terbentuk dengan baik.

Metode belajar yang menunjang perkembangan emosi
Menurut Elisabeth B. Hurlock dalam bukunya “Perkembangan Anak Jilid I” (1997: 214) menjelaskan metode belajar yang menunjang perkembangan emosi sebagai berikut :
a.       Belajar secara coba-coba
Anak belajar secara coba untuk mengekspresikan emosi dalam bentuk perilaku yang memberikan pemuasan terbesar kepadanya dan menolak perilaku yang memberikan pemuasan sedikit atau sama sekali tidak memberikan pemuasan.
b. Belajar dengan cara meniru
Anak-anak bereaksi dengan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang-orang yang diamatinya.
b.      Belajar dengan cara mempersamakan diri
Anak menirukan reaksi emosional orang lain dan tergugah oleh rangsangan yang sama dengan rangsangan yang telah membangkitkan emosi orang yang ditiru.
c.       Belajar melalui pengkondisian
Dalam metode ini obyek dan situasi yang pada mulanya gagal memancing reaksi emosional kemudian dapat berhasil dengan cara asosiasi.
d.      Pelatihan
Belajar di bawah bimbingan dan pengawasan terbatas pada aspek reaksi yaitu reaksi yang menyenangkan dan tidak menyenangkan. Peran orang tua, guru dan lingkungan sekitar sangat menentukan dalam proses belajar anak. Mereka harus sabar dan menjadi tauladan bagi anak-anak mereka. Apabila anak melakukan hal-hal yang positif maka orang tua tidak segan-segan memberikan pujian.
Prinsip-prinsip mengasuh anak dengan kecerdasan emosi
Ada lima prinsip mengasuh anak dengan yang menjadi tujuan bagi orang tua dan anak. Berusaha mencapai tujuan tersebut akan menciptakan keluarga yang harmonis dan membuat anak-anak tumbuh dewasa dengan disiplin diri dan tanggung jawab (Maurice J. Elias, 2000: 39).
1.      Sadari perasaan sendiri dan perasaan orang lain. Perasaan adalah sesuatu yang sulit disadari.
2.      Tunjukkan empati dan pahami cara pandang orang lain.
Empati adalah kemampuan untuk menyelami perasaan orang lain. Untuk dapat melakukan hal ini, seorang harus menyadari baik perasaan dirinya maupun perasaan orang lain.
3. Atur dan atasi dengan positif gejolak emosional dan perilakunya.
4. Berorientasi pada tujuan dan rencana positif.
Salah satu hal terpenting tentang manusia adalah dapat menetapkan tujuan dan membuat rencana untuk mencapai tujuan. Teori kecerdasan emosional menyatakan bahwa hal ini memiliki implikasi penting yaitu Mengakui kekuatan ampuh optimisme dan harapan, Dalam berusaha mencapai tujuan ada waktu-waktu ketika lebih atau kurang efektif, Orang tua dapat memperbaiki cara dalam penetapan dan perencanaan tujuan sebagaimana menghendaki anak-anak melakukannya.
5. Gunakan kecakapan sosial positif dalam membina hubungan.
Contoh kecakapan sosial yaitu komunikasi dan pemecahan masalah. Sebagai orang tua harus memberikan kebebasan kepada anak untuk bergerak. Namun orang tua tetap mengontrol anak walaupun tidak terlalu ketat. Selain itu orang tua dapat memahami perasaan anak, apakah anak sedang sedih atau senang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar