1. Meminta Anak Memperagakan Emosi Tertentu
a)
Gunakan media (untuk anak yang suka
gambar) berupa gambar wajah dengan berbagai ekspresi emosi. beritahu bentuk
emosi apa saja yang terdapat dalam media. Latih lah setiap hari dengan
menanyakan kepada anak "hari ini kakak sedang bagaimana??"
sehingga anak memilihnya.
b)
Saat anak sedang marah,, sedih,, senang,,
tanyakan "ada apa??" Coba pilih gambar wajahmu..
c)
Hingga akhirnya tidak diperlukan media
lagi. Anda bisa tanyakan langsung pada anak tentang emosinya. Bia tidak
menjawab , anda bisa melakukan "tebakan" atas emosinya
(misalnya, "kakak sedang marah ya?? kenapa?? apa karna ibu melarang kakak
makan es krim??". Ini membuat anak akan lebih merasa dipahamidan biasanya
mereka akan merespon setelah beberapa kali kita tanya.
d) Berikan solusi sehatnya. Jangan lupa, anda harus memberikan konsekuensi
dari perilaku yang gtidak diharapkan (bukan hukuman fisik), tetapi dengan
memberi alternatif ("kalau kakak mau sesuatu tidak perlu teriak, bicaralah
baik-baik dengan ibu). Berikan apresiasi saat ia melakukan hal yang sesuai.
e)
Lakukan hal secara konsisten.
f)
Bantu anak mencari solusi
"Anak laki-laki
cenderung fokus pada masalah yang dihadapi daripada emosi," kata Dan Kindlon,
PhD, dosen di Harvard School of Public Health yang juga penulis buku Raising
Cain: Protecting the Emotional Life of Boys.
Tugas orangtua adalah
mengajarkan anak laki-laki bahwa perasaan kecewa, sedih, marah, takut adalah
wajar dan ajarkan anak laki-laki untuk mengenali dan menerima perasaan
tersebut. Anak laki-laki perlu menyadari perasaan tersebut adalah bagian dalam
dirinya, yang mungkin saja tak langsung bisa disingkirkannya. Dengan memahami
perasaan, anak laki-laki akan mulai menerima dirinya, dan mengenali masalahnya.
Dengan begitu ia akan terbantukan untuk mencari solusi dari masalahnya, setelah
ia bisa mengatasi emosinya.
Cara terbaik
untuk memahami anak adalah, mengakui emosinya (kenali emosinya) dan beri anak
kekuatan untuk menemukan solusi atas masalah sendiri. Caranya adalah:
1.
Dengarkan anak 100%, tatap matanya dengan
tatapan datar atau sayang. (Berikan perhatian dan pengakuan)
Terkadang yang dibutuhkan anak hanya didengar saja, bukan
solusinya. Hanya memberikan perhatian 100% kita bisa terkejut, ternyata anak
mau terbuka dan mau berbagi pikiran dan perasaan. Hanya dengan berkata “hmm..
okay, begitu ya.. lalu..” Walau nampaknya sederhana, jujur ini sulit bagi
kita orangtua yang terbiasa mau ambil jalur cepat alias memberikan solusi dan
menyelesaikan masalah. Ketika hal itu kita lakukan, anak akan menutup diri dan
menghindar bicara kepada kita. Anak hanya akan meyatakan pikiran dan perasaan
yang sejujurnya tanpa takut dihakimi.
Ketika kita biarkan anak mengungkap emosi dan pikirannya dengan
bebas (saat kita ada untuk memberi dukungan emosional), kita akan melihat
mereka dapat menemukan solusi sendiri untuk permasalahan mereka. Kelebihan
lainnya dari pendekatan ini adalah anak akan mengembangkan rasa percaya diri untuk
berpikir bagi dirinya sendiri dan menghadapi tantangan – tantangan hidup.
Misal
: “saya tadi berkelahi dengan Agus, disekolah”, respon kita “apa
yang terjadi? Lukamu pasti sakit sekali yah.. oh, okay”
Perlu bagi kita sesaat untuk mempelajari makna dari emosi, karena ini penting bagi
kita untuk bisa mencerminkan emosi anak dan mengerti dengan
pasti apa yang mereka rasakan. Dengan dimengertinya perasaan mereka, maka mudah
bagi mereka untuk terbuka dan bicara tentang masalah mereka. Berikut adalah emosi yang umumnya dialami
oleh manusia.
Nama Emosi dan Makna-nya :
- Marah – Merasakan adanya ketidakadilan
- Rasa bersalah – Kita merasa tidak adil terhadap orang lain
- Takut – Kita diharapkan antisipasi karena sesuatum yang tak diinginkan bisa saja terjadi
- Frustrasi – Melakukan sesuatu berulangkali dan hasilnya tak sesuai harapan artinya kita harus cari cara lain
- Kecewa – Apa yang diinginkan tidak bisa terwujud
- Sedih – Kehilangan sesuatu yang dirasa berharga
- Kesepian – Kebutuhan akan relasi yang bermakna bukan hanya sekedar berteman
- Rasa tidak mampu – Kebutuhan untuk belajar sesuatu karena ada sesuatu yang tak bisa dilakukan dengan baik
- Rasa bosan – Kebutuhan untuk bertumbuh dan mendapatkan tantangan baru
- Stress – Sesuatu yang terlalu menyakitkan dan harus segera dihentikan
- Depresi – Sesuatu yang terlalu menyakitkan dan harus segera dihentikan
Contoh
Kasus
Jika anak datang
kepada orangtua dan berkata “Aldi tidak mau bermain bola dengan ku”
apa jawab Anda? “Sini main sama papa/mama, maen sama yang lain saja ya atau
ya sudah.. maen sendiri saja”. Ketiga jawaban ini sekilas adalah jawaban
klasik, dan memang dibenarkan karena sering dipakai. Pertanyaan saya ada Emosi apa dibalik kata-kata
anak tersebut? Betul!! Kecewa, Kesepian,
nah kalau begitu responnya bagaimana? “Hmm.. nak kamu pengen banget ya maen
sama Joni?” atau “Hmm.. kamu kesepian yah, pengen main ya?” lalu
tunggu responnya, biasanya anak akan bercerita panjang lebar, kemudian solusi
sebaiknya diserahkan kepada anak, caranya “lalu apa yang bisa Papa/Mama
bantu buat kamu? Mau maen sama Papa/Mama? Atau ada ide lain?” Biarkan anak
memilih solusi terbaik bagi dirinya. Hafalkan tabel diatas dan gunakan untuk
berkomunikasi dengan anak, pahami seiap kasus yang dialami anak.
Dengan turut mengerti perasaan emosi anak dan membiarkan
menemukan solusi masalahnya sendiri maka anak akan merasa dipahami dan nyaman.
Serta akan tumbuh rasa percaya diri
dilingkungan yang menghargai dia. Dan berikutnya akan mudah bagi anak untuk
terbuka terhadap orangtuanya, dan sikap saling percaya antara orangtua dan anak
akan terbentuk dengan baik.
Metode belajar yang menunjang perkembangan emosi
Menurut Elisabeth B. Hurlock dalam bukunya “Perkembangan
Anak Jilid I” (1997: 214) menjelaskan metode belajar yang menunjang perkembangan
emosi sebagai berikut :
a.
Belajar secara
coba-coba
Anak belajar secara coba untuk mengekspresikan emosi dalam
bentuk perilaku yang memberikan pemuasan terbesar kepadanya dan menolak
perilaku yang memberikan pemuasan sedikit atau sama sekali tidak memberikan
pemuasan.
b. Belajar dengan cara meniru
Anak-anak bereaksi dengan emosi dan metode ekspresi yang
sama dengan orang-orang yang diamatinya.
b.
Belajar dengan cara
mempersamakan diri
Anak menirukan reaksi emosional orang lain dan tergugah
oleh rangsangan yang sama dengan rangsangan yang telah membangkitkan emosi
orang yang ditiru.
c.
Belajar melalui
pengkondisian
Dalam metode ini obyek dan situasi yang pada mulanya gagal
memancing reaksi emosional kemudian dapat berhasil dengan cara asosiasi.
d.
Pelatihan
Belajar di bawah bimbingan dan pengawasan terbatas pada
aspek reaksi yaitu reaksi yang menyenangkan dan tidak menyenangkan. Peran orang
tua, guru dan lingkungan sekitar sangat menentukan dalam proses belajar anak.
Mereka harus sabar dan menjadi tauladan bagi anak-anak mereka. Apabila anak
melakukan hal-hal yang positif maka orang tua tidak segan-segan memberikan
pujian.
Prinsip-prinsip
mengasuh anak dengan kecerdasan emosi
Ada lima prinsip mengasuh anak dengan yang menjadi tujuan
bagi orang tua dan anak. Berusaha mencapai tujuan tersebut akan menciptakan
keluarga yang harmonis dan membuat anak-anak tumbuh dewasa dengan disiplin diri
dan tanggung jawab (Maurice J. Elias, 2000: 39).
1.
Sadari perasaan sendiri
dan perasaan orang lain. Perasaan adalah sesuatu yang sulit disadari.
2.
Tunjukkan empati dan pahami
cara pandang orang lain.
Empati adalah kemampuan untuk menyelami perasaan orang lain.
Untuk dapat melakukan hal ini, seorang harus menyadari baik perasaan dirinya
maupun perasaan orang lain.
3. Atur dan atasi dengan positif gejolak emosional dan
perilakunya.
4. Berorientasi pada tujuan dan rencana positif.
Salah satu hal terpenting tentang manusia adalah dapat
menetapkan tujuan dan membuat rencana untuk mencapai tujuan. Teori kecerdasan
emosional menyatakan bahwa hal ini memiliki implikasi penting yaitu Mengakui
kekuatan ampuh optimisme dan harapan, Dalam berusaha mencapai tujuan ada waktu-waktu
ketika lebih atau kurang efektif, Orang tua dapat memperbaiki cara dalam
penetapan dan perencanaan tujuan sebagaimana menghendaki anak-anak
melakukannya.
5. Gunakan kecakapan sosial positif dalam membina hubungan.
Contoh kecakapan sosial yaitu komunikasi dan pemecahan
masalah. Sebagai orang tua harus memberikan kebebasan kepada anak untuk
bergerak. Namun orang tua tetap mengontrol anak walaupun tidak terlalu ketat.
Selain itu orang tua dapat memahami perasaan anak, apakah anak sedang sedih
atau senang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar