Jumat, 14 Desember 2012

Perkembangan rasa ingin tahu AUD

Rasa ingin tahu pada setiap orang amatlah penting. Semua orang pemikir besar, para jenius, adalah orang-orang dengan karakter penuh rasa ingin tahu. Sebut saja Thomas Alva Edison, Albert Einstein, Leonardo Da Vinci, adalah orang-orang besar yang hidup dengan rasa ingin tahu. Jadi jika para guru ingin menjadikan siswa-siswanya sebagai pemikir-pemikir besar nan jenius, maka ia harus mengembangkan rasa ingin tahu mereka.

Mengapa rasa ingin tahu itu penting?
Ø  Rasa ingin tahu membuat pikiran siswa menjadi aktif. Tidak ada hal yang lebih bermanfaat sebagai modal belajar selain pikiran yang aktif. Siswa yang pikirannya aktif akan belajar dengan baik, sebagaimana yang dijelaskan teori kontruktivisme, di mana siswa dalam belajar harus secara aktif membangun pengetahuannya.
Ø  Rasa ingin tahu membuat siswa anda menjadi para pengamat yang aktif. Salah satu cara belajar adalah yang terbaik adalah dengan mengamati. Banyak ilmu pengetahuan yang berkembang karena berawal dari sebuah pengamatan, bahkan pengamatan yang sederha sekalipun. Rasa ingin tahu membuat siswa lebih peka dalam mengamati berbagai fenomena atau kejadian di sekitarnya. Ini berarti, dengan demikian siswa akan belajar lebih banyak.
Ø  Rasa ingin tahu akan membuka dunia-dunia baru yang memantang dan menarik siswa untuk mempelajarinya lebih dalam. Jika ada banyak hal yang membuat munculnya rasa ingin tahu pada diri siswa, maka jendela dunia-dunia baru yang menantang akan terbuka buat mereka. Banyak hal yang menarik untuk dipelajari di dunia ini, tetapi seringkali karena rasa ingin tahu yang rendah yang siswa miliki, membuat mereka melewatkan dunia-dunia yang menarik itu dengan entengnya.
Ø  Rasa ingin tahu membawa kejutan-kejutan kepuasan dalam diri siswa, dan meniadakan rasa bosan untuk belajar. Jika jiwa siswa dipenuhi dengan rasa ingin tahu akan sesuatu, maka mereka akan dengan segala keinginan dan kesukarelaan akan mempelajarinya. Setelah memuaskan rasa ingin tahunya, mereka akan merasakan betapa menyenangkannya hal tersebut. Kejutan-kejutan kepuasan ini akan meniadakan perasaan bosan belajar.
Itulah beberapa hal yang membuat rasa ingin tahu dalam diri siswa perlu dibangun dan dikembangkan
2.      Strategi pengembangan rasa ingin tahu AUD
Rasa ingin tahu sangat penting dimiliki anak sejak dini. Untuk itu, orangtua seharusnya bisa memupuk sifat ini sejak dini guna merangsang kreativitas di masa depannya.
Keinginan mengetahui berbagai hal dapat menjadi modal penting bagi anak-anak dalam menjalani masa depannya. Jika perasaan ingin tahu rendah, maka efek negatif pun akan mandul di kemudian hari. Untuk itu, tak ada salahnya bagi orangtua membantu anak-anak mereka dalam menumbuhkan rasa ingin tahunya. Berikut ini beberapa cara yang dapat dilakukan, seperti dilansir Femalefirst.
Ø  Ajari anak untuk selalu membuka pemikiran mereka terhadap hal-hal baru, ataupun hal-hal yang sudah pernah mereka pelajari.
Ø  Ajari anak untuk tidak selalu menerima suatu hal sebagai sesuatu kebenaran yang bersifat final.
Ø  Ajari anak untuk selalu dan banyak bertanya.
Ø  Ajari anak untuk jangan pernah sekalipun memberikan label terhadap sesuatu hal sebagai sesuatu yang membosankan atau tidak menarik
Ø  Ajari anak untuk melihat dan menyadari bahwa belajar itu sesuatu yang menyenangkan.
Ø  Biasakan anak untuk membaca beragam jenis bacaan untuk mengeksplorasi dunia-dunia baru bagi mereka.
Ada beberapa strategi dalam Pengembangan Rasa Ingin Tahu AUD yaitu :
a.       SERTAI ALAT PERAGA
Bila anak usanaknya sudah 2-3 tahun namun cenderung pasif dan tidak banyak tanya cari tahu penyebabnya. Bila mengalami keterlambatan bicara seperti yang banyak terjadi, berarti hambatan untuk berbicara dan bertanya itulah yang harus ditangani lebih dulu. Lewat pemeriksaan yang lebih seksama di baganakn saraf, misalnya, karena tidak tertutup kemungkinan saraf-saraf yang berkaitan dengan perangkat wicaranyalah yang mengalami gangguan. Atau, bisa jadi otot-otot alat bicaranya, terutama lidah, belum matang atau berkembang sempurna.
Tapi kalau perkembangannya berjalan wajar, ketika anak mulai menunjukkan rasa ingintahu, orang tua harus peka dan segera merespon dengan memberi keterangan sejelas-jelasnya namun singkat dan disesuaikan dengan bahasa anak seusanaknya. Orang tua harus bangga dan senang, kalau anak rajin bertanya dan ingin tahu sesuatu karena hal ini sangat positif. Itu tandanya anak punya minat untuk bereksplorasi terhadap lingkungan sosanaklnya. Jadi, kalau anak bertanya tentang binatang tertentu yang dilihatnya di TV, sebaiknya, orangtua memberikan penjelasan verbal disertai alat peraga atau contoh konkret agar bisa dimengerti anak. Misalnya, mengajak anak ke kebun binatang, sehingga anak bisa melihat secara konkret seperti apa binatang yang pernah ditanyakannya itu.
b.      HARUS KONSISTEN
Kalau orang tua memang benar-benar sibuk dan tidak bisa sejenak pun meninggalkan kesibukan tersebut untuk menjawab pertanyaan anak cobalah beri pengertanakn lebih dulu kepadanya. Misalnya, “Sayang, sekarang Mama harus menyelesaikan dulu pekerjaan Mama. Nanti kalau sudah selesai, Mama akan jawab pertanyaan Ade, ya. Dengan cara ini anak sebetulnya juga terbantu untuk belajar memahami orang tuanya yang sibuk tanpa anak sendiri merasa di-reject atau ditolak. Tapi tentu orang tua harus konsisten. Setelah selesai dengan pekerjaan tersebut, orang tua harus menemui anak dan katidakan, “Nah, sekarang Mama sudah selesai dengan pekerjaan Mama. Tadi Ade mau tanya apa?”
Hasilnya akan sangat berbeda, bila orang tua bersikap tidak konsisten. Selain rasa ingin tahu anak terpenuhi, respon orang tua juga akan semakin mendekatkan hubungan dengan anak. Tapi kalau orang tua tidak konsisten, hanya sekadar berjanji, maka yang ditangkap oleh anak adalah, “Ah, percuma. Mama bohong, kok.” Secara tidak langsung, orang tua pun telah menanamkan nilai buruk tentang kejujuran. Selain itu,anak akan mencari dari sumber lain bila pemenuhan kebutuhan rasa ingin tahunya tidak didapat dari orang tua, sementara sumber yang anak tanya belum tentu tepat.
Jikapun sumbernya tepat, tapi kalau tanpa penjelasan yang memadai, bukan tidak mungkin pemahaman anak jadi meleset. Belum lagi kalau anak tahu-tahu “pandai” omong kotor atau terbanaksa menggunakan umpatan kasar. Memang sudah selayaknyalah bila orang tua mau sedikit “berkorban” untuk menjawab rasa ingin tahu anak.
c.       DORONG BERPIKIR KRITIS
Penting diketahui, pemenuhan rasa ingin tahu anak menjadi salah satu modal bagi perkembangan kecerdasannya. Itulah mengapa, anak yang kritis dan banyak tanya memiliki korelasi untuk bisa digolongkan sebagai anak cerdas. Artinya, anak yang cerdas menunjukkan rasa ingin tahu dan kemampuannya untuk berpikir kritis. Bukan berarti anak yang tidak berpikir kritis itu tidak cerdas. Kalau orang tua memberi stimulasi pada anak yang kelihatannya pasif, tentu akan sangat membantu.
Misalnya, “Ini apa, Nak?” sambil menunjukkan aneka benda berlainan bentuk dan warna. Atau, “ajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengundang kemampuan berpikir anak.” Misalnya, “Kenapa binatang marah kalau diganggu?” Jadi, anak yang pendanakm belum tentu tidak cerdas. Bisa jadi anak pendanakm lantaran orang tua tidak pernah meresponnya untuk banyak bicara ataupun mendorong berpikir kritis. Yang juga kerap terjadi, orang tua cuma ‘menyuapi.
Ada, anak yang pintar dan tinggi daya tangkap serta daya ingatnya, namun tidak kritis. Lantaran, orangtuanya cenderung hanya memberi tahu dan sering memberi respon negatif bila anak banyak bertanya ataupun memarahi kala anak protes. Bagaimana jika orang tua tidak memberi respon positif karena tidak tahu? Tidak usah cemas. Menurut Evi, orang tua bisa, kok, mengejar ketertinggalan si anak.
Namun tentu dengan “bayaran” yang lebih mahal. Artinya, proses pemahaman pengetahuan si anak akan lebih lambat dibanding teman-temannya, karena pemahaman yang sama seharusnya sudah diberikan saat anak berada dalam masa golden age di usanak 2-3 tahun. Bukankah saat itu anak tengah pintar-pintarnya. Jadi, kalau stimulasinya bagus di usanak itu, anak akan tumbuh optimal menjadi cerdas. Jangan lupa, meski kecerdasan bersifat herediter atau bawaan, namun tidak akan menjadi optimal bila tidak diimbangi dengan pemberanakn gizi yang baik dan stimulasi dari lingkungan.
d.      BOLEH, KOK, MELARANG ANAK
Yang penting, dalam melarang harus disertai alasan jelas, sehingga anak tahu, anak bukan sekadar dilarang tapi ada hal-hal tertentu yang bisa mencelakakan dirinya ataupun orang lain. Misal, larangan main pisau, bisa dibarengi dengan memberi contoh memotong buah. Jelaskan, “Ade tidak boleh main pisau karena pisau ini tajam dan bisa melukai tanganmu. Lihat, nih, Mama potong jeruk. Nah, terbelah, kan?” Anak pun jadi mengerti kenapa dirinya dilarang main pisau. “Dengan selalu mengemukakan reasoning anak akan terlatih mengenali apa kesalahannya atau mengapa anak harus dimarahi orang tua. Cara ini juga membanaksakan anak belajar konsekuensi, “Saya nggak boleh melakukan ini karena berbahaya buat saya.”
Tapi kalau anak selalu dilarang, justru akan membuatnya jadi pembangkang. Coba, perhatikan; semakin dilarang, anak seusia ini akan semakin nekat. Apalagi di usia anak 3 tahun, anak tengah mengembangkan negativismenya. Kalau dibilang “Kamu jangan main hujan ya,” anak malah akan main hujan-hujanan. Jadi, semakin orang tua melarang, anak justru akan melakukan hal-hal yang orang tua larang. Alangkah baiknya dalam melarang orang tua juga mengajaknya berpikir. Misal, “Kalau Ade main hujan, nanti gimana?”
Anak mungkin akan menjawab, “Sakit.” Nah, teruskan dengan pertanyaan, “Kalau sakit, nanti Ade bisa ikut jalan-jalan nggak sama Papa-Mama?” Pancing terus si anak hingga akhirnya anak sendirilah yang mengambil keputusan untuk tidak main hujan. Dengan cara ini, bukan cuma larangan orang tua dipatuhi, anak pun jadi belajar berpikir kritis. Nah, mengembangkan kecerdasannya, kan?
e.       SEDIAKAN ANAK MAINAN BERVARISI
Salah satu bentuk stimulasi yang dianaknjurkan untuk meningkatkan kecerdasan adalah permainan edukatif. Lewat beragam permainan sederhana, anak terlatih perkembangan kognitifnya, kemampuan motorik kasar dan halus, maupun perkembangan intelegensinya. Sebaiknya sediakan mainan bervariasi.
Selain agar anak tidak cepat bosan, pilihlah yang memungkinkan anak dapat menemukan semua kebutuhannya akan fungsi mainan tersebut. Soalnya, ada permainan yang melatih daya ingat melalui gambar-gambar, ada yang mengasah kreativitas, dan ada pula yang bisa mempertajam daya imajinasinya. Sega atau play station, boleh-boleh saja. Asalkan dibatasi agar tidak merusak mata dan menjadikan ketagihan. Selain bentuk permainannya juga harus disesuaikan usia anak anak. Kalau tidak, apa jadinya bila anak usia anak 2-3 tahun asyik menikmati kekerasan lewat permainan contra dan sejenisnya.
Melakukan berbagai permainan atau aktivitas bersama anak, juga penting untuk mengembangkan kecerdasannya. Misalnya, main kuda-kudaan, pasar-pasaran, atau loncat-loncat, dan sebagainya. Jadi, tidak usah malu, bila harus terlibat dalam permainan anak. Selain itu, beri kebebasan pada anak untuk memanjat atau melompat di tempat yang anak sukai. Bila Ibu-Bapak keberatan anak melompat-lompat di tempat tidur, ya, sedanakkan fasilitas yang memungkinkan anak tetap melakukan aktivitas tersebut.
Begitu pun bila keberatan anak corat-coret tembok, ya, beri fasilitas untuk kebutuhannya itu. Ulurkan kertas kecil atau besar seperti yang diinginkannya. Jika anak lebih suka corat-coret di tembok, sedanakkan tembok khusus untuk dicoreti atau tempelkan sejumlah kertas berukuran besar di salah satu baganakn tembok. Jelaskan padanya, “Ade boleh corat-coret di sini tapi di tembok lain jangan, ya.” Pendeknya, orang tua tidak boleh menghambat keinginan anak namun orang tua juga harus melatihnya bertanggung jawab untuk merapikan kembali mainannya atau benda-benda lain setelah anak usanak melakukan sesuatu aktivitas.






sumber bacaan:

Santrock, jhon w. 2007. Perkembangan anak. Jakarta: erlangga.
Hurluck, Elizabeth B. 1978. Perkembangan anak. Jakarta : erlangga.
Priyatno, elida. 2005. Perkembangan AUD dan SD. Yogyakarta :angkasa raya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar